Selasa, 09 September 2014

Pemuda Yang Terasingkan Sang mentari menyongsong di ufuk timur, terasa udara sejuk di sebuah perumahan kecil di pinggiran kota, suasana pagi itu sunyi, hanya segerombolan sapi yang digiring oleh seorang kakek tua dengan berpeda Taxi tuanya melewati jalan masuk perumahan itu, nampaknya ia telah melalui hidup yang sangat berat dicerminkan dengan raut wajah yang mulai keriput di makan waktu,hitam legam desengat matahari dan tubuh kurus dan bungkuk karena beban hidup yang ia pikul,namun ia memiliki semangat hidup yang besar. Dari kejauhan Jimbron berjalan dengan terburu buru, membawa map dan ransel tua di punggungnya, sesekali ia behenti untuk memperbaiki tali sepatu butut hitam dari kulit yang di wariskan oleh ayah nya. Dengan semangat ia berjalan sejauh satu kilometer melewatihamparan sawah di pinggir jalan dan tek menghiraukan bau kotoran sapi yang bertebaran di jalan karena sapi sapi sering kali buang hajat pada saat digiring menuju padang rumput. Kebetulan di jalan ia berpapasan dengan kakek segembala sapi, kakek itu puntersenyum kepada Jimbron dengan menunjukkan giginya yang ompong seraya menyepanya dengan semangat “ mau kemana kau pagi pagi buta bigini ? sapi sapi ku pun kau kalah rajin pagi ini nak “. “Mau mendaftar SMA di Pangkajene Wa’ “ dengan senyum penuh arti Jimbron memperlihatkan map nya. Setelah berjalan selama 15 menit akhirnya ia sampai di jalan protokol yang di lalui mobil Trek hampir setinggi rumah yang sambung menyambung di pagi hari, mobil itu beroprasi di pagi hari karena mereka menghindari jalanan yang ramai ketika matahari mulai tinggi. Tidak menunggu lama datanglah mobil tua dengankepulan asap dari kenalpot nya dengan berwarna cerah bukan main, semua bagian mobil itu berdecit di saat berjalan menunjukkan betapa tua umurnya. Mobil inilah mobil kebanggaan generasi muda dengan semangat belajar tinggi namun ditakdirkan memiliki orang tuanya berkeuangan pas pasan. Cukup membaya membayar dengan uang bergambar wajah lelaki berambut ikal, berkumis memegang Golok bagai seorang pereman mencari mangsa (seribu rupiah), mereka bisa sampai di depan sekolah,tidak lebih mahal dari pembayaran di wc umum mall dan parkiran di kota kota besar Jimron masuk di dalam mobil yang di dalamnya sudah penuh sesak dengan penumpang anak sekolah dari pelosok pelosok kampung dengan pakian yang mulai menguning sekalipun warna aslinya adalah warna putih, tas yang berkali kali di jahit oleh orang tuanya. Di dalam mobil ,penumpang hanya diam, entah memikirkan strategi menyontek pekerjaan rumah dari guru yang belum di selesaikan di rumah atau menghayalkan jajanan apa yang akan di hidangkan di dalam kantin sekolah. Mobil rongsokan itu berjalan di iringi kepulan asap dari kenalpotnya yang berbentuk pipa. Melintasi jalan di antara kendaraan lain dengan kecepatan nyaris seperti ketika bersepeda. BERSAMBUNG………